
Kampung Kerinci mendapat namanya dari pembukaan tanah dan penghijrahan orang-orang dari Kerinci. Di manakah tempat yang bernama Kerinci itu? Kepada yang belum tahu, Kerinci merupakan salah sebuah kabupaten (daerah) dalam Provinsi Jambi, Sumatera. Mungkin itu sajalah sejarahnya pada pandangan umum. Kononnya pembukaan Kampung Kerinci oleh orang-orang Kerinci hanya sebuah sejarah.
Sebenarnya tidak. Sebenarnya ia bukan sekadar sejarah. Tapi ia proses berterusan. Walaupun kampung kepada orang-orang dari Kerinci itu sudah tidak ada, generasi Kerinci tetap ada. (malah diduga semakin bertambah). Jangan fikir bila kedua wilayah yang terpisahkan Selat Melaka ini berbeza pemerintah, interaksi itu terputus. Pandangan itu tidak benar sama sekali.
Sejak menghuni Pantai Dalam barulah saya tahu, sebenarnya saban minggu ada saja generasi baru orang Kerinci, dari pulau seberang mendarat. Makin hari makin ramai. Tak pernah pupus bahasa Uhang Kincai di sini. Sejak Malaysia merdeka, dari generasi ke generasi tetap berlanjutan dominasi mereka biarpun awal kedatangannya berstatus pendatang haram.
Dari awalnya sebagai pendatang, menginap sementara di rumah saudara sedarah yang sudah lebih dulu tiba di sini - mengharap tuah saudaranya yang sudah jadi warganegara - gunakan kabel politik yang diwakili kerabat, akhirnya belum cukup sepuluh tahun dia sudah ganti kewarganegaraan. Sudah dapat IC biru. Dan nanti anak-anak mereka secara sah akan jadi warga Malaysia lahiriah.
Anaknya itu pula bakal lakukan proses serupa, beri perlindungan kepada saudara dari seberang yang baru mendarat, bantu sebaik mungkin hingga saudaranya itu jadi warga di bumi bertuah ini.
Tak hairanlah baru-baru ini, projek perumahan untuk rakyat di kawasan ini dibolot uhang Kincai semua. Anak-anak perantau Johor, Kelantan, Kedah, Perak, Sabah dan Sarawak terpinggir tak terbantu. Gigit jari melihat mudahnya warganegara klon itu mendapat layanan kelas satu.