Lebih seminggu yang lalu, saya telah berkesempatan melawat Batam, salah sebuah pulau dari gugusan pulau-pulau di selatan Singapura yang pernah tercatat dalam sejarah kesultanan Melayu Johor sehingga tahun 1824. Inilah pengalaman pertama saya ke Batam, pulau yang kini menjadi ‘gudang duit’ terbaru kepada Indonesia.
Jarak perjalanan dengan feri ke Batam mengambil masa satu setengah jam dari Jeti Stulang Laut, Johor Bahru (menjadi dua jam setelah dicampur urusan imigresen di kedua-dua negara). Kepada sesiapa yang belum pernah ke sana, anda tak perlu khuatir kerana feri ke pulau ini beroperasi lebih 10 kali setiap hari. Faktor kedekatan ini mungkin menyebabkan pergerakan keluar-masuk perbatasan sangat aktif.
Batam menurut pengamatan saya adalah pulau yang menjanjikan. Seluruh manusia Indonesia, dari wajah berkulit putih kuning, sawo matang, cokelat dan sampai yang hitam pekat dari Sabang sampai Merauke ada di sini. Sayang sedikit, potensi pulau ini telah lambat diolah pemerintah Indonesia. Kalau tidak, saya pasti Batam tak akan jauh tertinggal dari jirannya di utara. Saat ini, berbondong-bondong pendatang luar telah berhasil membina hidup di Batam. Sayangnya tidak terjumpa walau satu pun pribumi Melayu selama saya di sana. Barangkali Melayu lokal di Batam masih jadi nelayan.
Mari saksikan gambar-gambar sekitar di Batam yang sempat saya ambil.