Maafkan saya kiranya judul di atas mengundang rasa marah beberapa sahabat. Judul di atas sebenarnya merupakan tajuk utama sebuah artikal dalam akhbar (koran) Harian Metro bertarikh 2 Julai 2007. Saya tertarik untuk mengulas artikal ini berkisar tentang pendatang Indonesia yang telah menetap lama di Malaysia tetapi masih tidak mahu bercampur-gaul dengan masyarakat tempatan (warga Malaysia). Artikal ini ditulis berdasarkan pengamatan wartawan akhbar tersebut di Kampung Pandan, Kuala Lumpur.
Antara lain, wartawan itu melaporkan biarpun ada di kalangan pendatang Indonesia itu telah mendapat taraf penduduk tetap (PR) dan sebahagian lagi telah menjadi warganegara, mereka tetap tinggal dalam kelompok komuniti mereka yang 'terasing' walaupun sebenarnya tinggal sekampung dengan masyarakat melayu tempatan (lokal). Mereka itu telah disifatkan sebagai 'sombong' oleh penduduk setempat kerana keengganan mereka untuk turutserta dalam kegiatan sosial yang dianjurkan Jawatankuasa Kemajuan dan Keselamatan (JKKK) kampung tersebut. Sebaliknya, mereka lebih gemar berkumpul sesama sendiri.
Menurut seorang penduduk; Masyarakat di Malaysia, orang Melayu khasnya tidak pernah memencilkan pendatang Indonesia, sebaliknya pendatang Indonesia itu sendirilah yang tidak suka bergaul dengan orang Melayu. Menurutnya lagi, sikap seperti itu menimbulkan rasa kurang selesa dan curiga pada penduduk tempatan.
Dari tinjauan Harian Metro, pendatang Indonesia ini dilihat hidup dalam komuniti mereka, memilih jiran di kalangan komuniti mereka dan membuka perniagaan seperti warong dan kedai runcit untuk komuniti mereka sehingga ada beberapa tempat berkembang menjadi pekan (small town) sebagaimana petempatan mereka di negara asal (little Indonesia).
Ulasan saya: Secara peribadi, saya bersetuju dengan apa yang dilaporkan Harian Metro ini. Selama bersahabat dengan beberapa pendatang Indonesia, saya sendiri menyaksikan perkara serupa. Mereka bukan sekadar tinggal terasing dalam komuniti Indonesia, sebaliknya turut terpecah mengikut kumpulan etnik - Lombok sesama Lombok, Kerinci sesama Kerinci, Acheh sesama Acheh dan Madura sesama Madura. Pernah satu ketika semasa melawat rakan asal Kerinci di Ulu Klang, saya lihat ketika sembahyang berjemaah pun mereka lakukan sesama mereka di surau yang dikelolakan komuniti mereka sedangkan tidak sampai 50 meter di hadapan wujud sebuah masjid milik JKKK kampung yang turut sembahyang berjemaah.
Saya pernah bertanya kepada rakan asal Kerinci itu tentang soalan - Mengapa komunitinya mengasingkan diri dengan penduduk kampung?. Jawapannya: Kerana orang kampung bersikap prajudis kepada pendatang. Pada saya, sebenarnya semua pihak saling tidak percaya. Sebenarnya; tak kenal maka tak cinta.
*no comment*
BalasPadam:)
hmm setuju..tak kenal maka tak cinta. makanya saya berusaha kenal fazli...hahaha...
BalasPadamkalau menurut saya sih, untuk hal2 seperti gini tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Sama dengan pendatang yang datang ke Indonesia-lah, banyak faktor yang perlu diteliti, entah itu historis ataupun lain2nya. Dan kayaknya kita butuh ahli sosiologi deh untuk hal2 seperti gini.
BalasPadamJangankan di Malaysia, di Indonesia sendiri etnis2 tertentu saja kalau di rantau suka membaur dengan komunitas mereka sendiri, misalnya jawa dengan jawa saja, sunda dgn sunda, Batak dengan batak...Betul tidak???
BalasPadamdan kalau dengan beda suku mereka tetap ramah dan saling sapa aja, dan jarang sekali akrab...prinsipnya selama tidak saling menganggu satu dengan yg lain...Jujur aja saya juga dekat dengan teman2 yg asal Sumatera saja kalau dalam hal masalah curhat, dan lain2, soalnya nanti takutnya beda tata krama, budaya dan adat yg dianggap wajar bagi kita belum tentu diterima oleh suku lain...tapi tetap bersosialisasi dan bergaul juga dgn suku2 lain....tapi prinsipnya selama ngga saling ganggu Tak kisah lah....
Betul, setiap kelompok apalagi kalau mereka itu minoritas akan cenderung mengumpul pada orang-orang yang satu asal, satu dialek atau satu kampungnya. Tidak hanya di Malaysia saja, disinipun -sebagaimana yang dikatakan rekan2 lainnya- di Indonesiapun sama saja bahkan diseluruh duniapun demikian. Hal ini pun banyak terjadi pada mahasiswa-mahasiswa asal daerah bahkan asal Malaysia sekalipun, mereka pasti juga akan mengelompok sendiri. (sering saya lihat disini)
BalasPadamPerbedaan budaya sendiri juga nampak besar sebagai salah satu faktor kenapa mereka cenderung menyendiri. Itu salah satu faktor...jadi harus dilihat jangan dari satu sisi belaka
no coment
BalasPadamKomen la sedikit... ;-) sekurang-kurangnya dapat kongsi pendapat
BalasPadamYa.. setuju. Tapi buat sementara waktu ini, kita hanya mampu saling kenal lewat maya.
BalasPadamBetul tu. Tapi sebolehnya hal seperti ini perlu diminimumkan supaya tidak timbul rasa curiga mana-mana pihak. Kalau-dibiarkan, lama-lama nanti wujud permusuhan.
BalasPadamMungkin untuk tinggal sementara tidak mengapa. tapi kalau terus menetap, berumahtangga dan berkeluarga, lebih baik perkara semacam itu dielakkan.
BalasPadamMaka itu di Malaysia, setiap suku tidak kira Jawa, Banjar, Bugis, Minang, Boyan (Bawean), Mandailing dan lain-lain yang beragama Islam tetap menggelar diri mereka sebagai Melayu. Cuma pengasingan antara ras Melayu, Cina dan India yang belum berhasil disatukan. Entah bila masanya.............
BalasPadambenar juga, apalagi kita yg menetap lama di negara orang, sepatutnya bersosialisasi dengan penduduk tempatan agar tak terjadi perkara macam nih...
BalasPadamTak menagpa... asalkan sudi baca, tak menagapa
BalasPadamKalau etnis China dan India, jangankan di Malaysia di Indonesia juga mereka tak berbaur...Walau di kampungku banyak mayoritas China, jarang sekali saya bersahabat dgn etnis ini karena mereka agak menutup diri dgn komunitas lain...Walau wajah2 orang Palembang banyak yg mirip China...
BalasPadamBetulkah? mungkin wajaumu juga mirip cina ?
BalasPadamEh, Li...Indon apa Indo?
BalasPadamKalau di Malaysia. Istilah 'Indon' masih lagi digunakan bagi merujuk warga Indonesia. Judul artikal tersebut menggunakan istilah 'Indon'
BalasPadamBetul, banyak orang Palembang yang mirip China, tak aneh walau wajah mirip China di Palembang ternyata bukan orang China... tapi aslinya mereka Melayu...Apa saya mirip China juga? he he he...Pernah juga saya disangka China ketika belanja di kedai dan nak bayar, penjual panggil saya Koko...he he he...
BalasPadamTapi tak sedap mendengar kata Indon tuh...
BalasPadamIni salah satu contoh wajah saudara saya yg mirip China namun asli Melayu :
BalasPadamya, kerana itu saya tidak lagi menggunakannya. tapi saya tak mampu menghalang orang lain dari mengunakannya
BalasPadamyalah... Mirip sangat. Namanya siapa?
BalasPadamDimanapun kelihatannya akan cenderung seperti itu. Orang akan berkumpul dengan yang lain yang memiliki kesamaan. Peran masyarakat tempatan lah yang diperlukan untuk approach kepada kelompok yang kelihatan memisahkan diri. Kalau di indonesia kan ada sistem rukun tetangga atau rukun warga. Sedikit banyak sistem tersebut dapat efektif untuk sosialisasi masyarakat dalam satu wilayah tertentu.
BalasPadamDi malaysia adakah sistem semacam itu? Menurut pengamatan saya tidak ada. Apalagi masyarakat yang tinggal di condo atau apartment, akan terasa individualis. Pendatang indonesia yang berkelompok 'terasing' menurut pengamatan saya adalah masyarakat dengan strata ekonomi dan sosial tertentu. Kontak sosial dengan orang tempatan hanya terjadi bila orang tempatan mempekerjakan pendatang indonesia tersebut. Apakah dalam kegiatan sosial lain pendatang indonesia diikut sertakan oleh orang tempatan? Saya belum pernah melihatnya.
Iya Li..jujur aja membaca kata 'Indon' saja rasanya kurang enak....jujur
BalasPadamLebih suka disebut Indo saja..tanpa tambahan n
dia sepupu saya Wawan & Istrinya...
BalasPadamDi Malaysia, Program kemasyarakatan seperti yang saudara sebutkan itu banyak sekali. Rukun Tetangga adalah salah satu nama program seumpama itu di Malaysia. Kalau di peringkat kampung, aktiviti kemasyarakatannya lebih menyerlah dan sangat berjaya berbanding dengan di bandar. Maka itu, kita lihat para penghuni kediaman di apartment dan kondominium jarang dimasyarakatkan lebih-lebih lagi kerana penghuninya terdiri dari berbilang ras.
BalasPadamBerbalik kepada perkara pokok: Memang pendatang Indonesia yang tinggal terasing itu datangnya dari golongan berpendapatan rendah. Kerana itu, mereka memilih tinggal di kampung-kampung di pinggir bandar yang murah biayanya. Kalau orang Indonesia yang terdidik dan mampu seperti saudara, mana mungkin memilih untuk tinggal di kawasan setinggan di pinggir bandar yang sesak, padat dan tidak terjamin kebersihannya.
Apa yang dilaporkan oleh Harian Metro (termasuk pengamatan saya sendiri), kawasan penempatan di pinggir bandar bukan setakat dihuni pendatang Indonesia yang kurang mampu, malah turut didiami oleh orang tempatan sama ada penduduk asal kawasan itu ataupun penghuni yang berhijrah dari kawasan lain. Di kawasan inilah terjadinya pengelompokan masyarakat. Masing-masing pihak menuduh pihak lain mementingkan diri sendiri. Keadaan ini menimbulkan banyak masalah kerana setiap kelompok saling curiga mencurigai. Semangat hidup bermasyarakat dan bermuafakat seharusnya ada pada setiap individu tidak kira dari kelompok manapun mereka. Pada saya, anak dagang tak kiri dari manapun asal mereka perlu pandai menyesuaikan diri.
assumption ? saya persilahkan bang fazli untuk singgah ke flat tempat saya tinggal... :d
BalasPadamsaya tinggal di apartemen di Sri gombak...ada kumpulan bagi penghuninya dan saya selalu ikut dalam pertemuan warga ( yg terkahir tak datang sebab ad ahal..heehhheee..)...justru banyak dari warga malaysia yg tidah hadir dalam sosialisasi tersebut, baik china maupun melayu...saya aktif menyuarakan tentang penting nya bergotong royong ( ini baik untuk saling berkenalan satu dengan yg laen )...adanya komuniti terasing itu wajar sahaja..dimana2 negara pasti ada.....malahan warga indonesia lebih akrab dengan melayu daripada melayu dengan china or india....ya sudahlah mengapa ada sebagian orang indo yang mengasingkan diri..mungkin belum kenal...dah belum sayang....mari kita saling mengenal dan saling menyayang......invite kami..kenal kami....kami hanya tetamu disini.....
BalasPadamYa, semuanya berdasarkan andaian. Tapi saya tau sangat mana letaknya Pangsapuri Mawarsari. Tak jauh dengan office (HQ) saya. Wpun mungkin Idi kurang selesa tinggal disana, tapi cubalah jalan-jalan ke Kampung Kemensah, Kampung Pasir, Kampung Kerinci dan kampung-kampung setinggan yang lain yang banyak dihuni pendatang Indonesia yang berpendapatan rendah. Keadaan tempat tinggal mereka jauh lebih daif.
BalasPadamanother assumption...hehe. Insya allah saya akan senang hati berkunjung ke tempat saudara kita dimanapun mereka berada.
BalasPadam'pasti ada yg kurang berkenan'....sebaik saja saya meliat judulnya entry si Fazli
BalasPadamIya neyyy, En. Fazli sebut aja sepenuhnya *lirik2 sama Cak Nono*
Mungkin apa yg ditulis di akhbar (koran ) ada betulnya, contohnya sekitar daerah saya ini punya 2 daerah dimana ramai pendatang dari Indonesia yg mendapat taraf PR tinggal dan bermastautin.
BalasPadamKampung Sungai Penchala & Kampung Sungai Kayu Ara yg kebanyakkan dari etnis Bawean, Kerinci, Madura dll.
Memang kalo kita amati meraka hidup dalam komunitas meraka sendiri, yahhh biasa.....tiada yg anehnya, kerana kita sendiri yg penduduk lokal juga bersikap sedemikin terutama yg di kota2 besar. Jiran tetangga juga pada tidak kenal...he he he...
Apa yg saya maksudkan situasi ini normal di Kota2 besar kayak KL ato Jakarta...manusia hidup dlm kolompok mereka sendiri...he he he.....
Beda sama di kampung.....penduduk lokal, penduduk lokal taraf PR, para TKI, para TKI gelap...sama2 ngopi di warung sambil nonton SMACKDOWN.....ha ha ha.....
hehe... betul juga bang jimmy... tidak di KL tidak di Jakarta, memang kehidupan kurang lebih seperti itu. Tapi semoga kita tidak terikut arus yang seperti itu.
BalasPadamKami sebagai orang tempatan tidak ada masalah untuk kenal dekat dengan pendatang dari mana-mana negara sekalipun. Lebih-lebih lagi dari Indonesia yang punya banyak kesamaan bahasa dan budaya. Tetamu harus dilayan selayaknya sebagai tetamu. Cuma, untuk pendatang yang terus tinggal menetap lama dan berkeluarga di Malaysia, kami kira mereka seharusnya sudah menjadi sebahagian daripada kami, bukan lagi tetamu.
BalasPadamAda di antara pendatang Indonesia ini telah ke Malaysia sejak tahun 80-an. Di kalangan mereka, ada yang telah mendapat taraf PR dan kalau bernasib baik, ditawarkan jadi warganegara. Apa yang menjadi isu, mereka yang telah tinggal lama di sini masih tetap hidup dalam komuniti mereka. Untuk jangka masa yang lama seperti itu, mereka seharusnya sudah sebati dengan penduduk tempatan. Tapi itu tidak berlaku, mereka tetap memilih untuk hidup sendiri-sendiri bersama komuniti mereka tanpa banyak bergaul dengan penduduk asal. Itulah yang dipersoalkan.
*apa toh Jim? kok lirik2 eike?*
BalasPadamsaya sebagai rakyat malaysia juga amat bersedih kepada rakyat saya sendiri.
BalasPadamkerana kebanyakkannya suka menghina orang indon dimalaysia
orang indon pula takut identiti mereka akan diketahui orang malaysia.
ini kerana kebanyakan orang minang/ocu berniaga.
mereka takut perniagaan mereka teganggu.
Oohhhh. orang Minang tu orang ocu ke?
BalasPadambetul tu. Ramai orang Malaysia yang suka menghina orang Indonesia. Lihat saja komen SMS dalam Metro dan Kosmo. Ramai yang menghentam orang indonesia. Tapi orang Indonesia pun kena faham kenapa mereka selalu dihina.
Saya rasa perkara-perkara seperti dibawah perlu dihindar supaya mereka tidak lagi menjadi objek hinaan:
1. Duduk bersila, mencangkung, melepak & baring ditempat-tempat awam yang ramai dikunjungi manusia. (mungkin mereka selalu mempraktikkan pelakuan serupa semasa di negara asal. Lihat saja di kaki lima jalan-jalan di sana, ramai yang baring dan tidur sesuka hati)
2.Terlalu menonjolkan identiti (tanpa sengaja) melalui cara berpakaian. Contoh, baju warna hitam dengan imej rock, Seluar kembang bawah (boot cut) dan berpakaian berlapis-lapis walaupun cuaca panas.
3. Berkumpul dalam kumpulan yang ramai dan berbicara dalam bahasa Ibunda (bahasa daerah) dengan nada yang kuat menjadi tumpuan orang lain.
4. Selalu bersenggayut dalam kenderaan awam (bas, Komuter & LRT) semasa berdiri.
5. Membuang sampah sesuka hati di tempat awam (pelakuan serupa turut dilakukan orang tempatan)
bagaimanapun, orang Indonesia asal Sumatera mudah terasimilasi dengan penduduk tempatan hingga mereka sukar dibezakan.
hi hi hi....Indonesia itu besar En. Fazli...kelompok yg En. Fazli nyatakan di atas ini dibilang 'Orang2 Kecil' yg datang dari kampung2 jauh dipendalaman dan tahap pendididikan rendah tentunya. Ini menjadikan ketrampilan, gaya hidup meraka agak kekampungan di tengah2 Kota Metropolitan, tetapi semakin lama meraka menetap di kota besar gaya hidup itu bisa berubah pastinya. Buat saya apa yg penting tidak melanggar hukum dan undang2 dan malakukan jenayah kriminal.....
BalasPadamYang penting itulah....tidak berbuat jahat diwilayah orang
BalasPadamSaya tahu hal itu. Mereka yang datang ke Malaysia ini majoritinya 'orang keci'l. Dulu saya ingat, semua orang Indonesia punya gaya yang sama seperti orang-orang Indonesia yang biasa saya nampak di negara kita, tapi selepas saya ke Surabaya, baru saya perasan yang penampilan mereka sama saja dengan kita.
BalasPadamOleh kerana ramai 'orang kecil' itu datang ke Malaysia, ramai orang Malaysia menyangka gaya penampilan semua orang Indonesia sama seperti apa yang kita lihat di sini.
Nah, begitulah....
BalasPadam: )
BalasPadamKalau aku kesana kelak, pasti beda dech...hehee
BalasPadamNanti, pasti kamu akan disangka pelancong lokal.
BalasPadamHahahaha, lebih necis lah..
BalasPadamyahh gak sabar nih menunggu tamu yg jauhh....xixixi....
BalasPadamSiapa ya? (celingak-celinguk)
BalasPadamAl Muslimu Akhul Muslim...
BalasPadamSemoga tetap kekal persaudaraan...
amien.....
BalasPadamInteresting news...
BalasPadamFaz, saya duduk kat M`sia ada 5 thn dan bersekolah disana. Tapi ga ada tuh rasa mengasingkan diri...we have a very good relationship with the society . Malah still keep in touch with my best friends whose originally from malaysia until now, and even more like family. Tak semua macam tu lah Faz. Kena lihat jugak kan, their background tu ,perhaps they haven`t enough self confidence to get involved with the community, for lately there are some bad news about their appearance especially for those who work at low level job. What a nice thing if we could respect each other..kan. InsyaAllah everthing is going to be better.
betul tu.. Tak semua orang Indonesia mengasingkan diri. Mereka yang mudah bergaul dengan komuniti tempatan itu hanya golongan atas dan pertengahan. Yang mengasing diri hanya mereka yang berpendapatan rendah dan berasal dari kawasan pedalaman Indonesia. mungkin mereka menjadi begitu kerana berasa rendah dan menganggap semua yang berada di sekeliling mereka orang senang. kerana jumlah mereka yang berpendapatan rendah ini lebih ramai di Malaysia, jadi mereka lebih mudah diperhatikan.
BalasPadam